Horizontal Scroll Menu
Home » Serial TV » Review » Drama The Romance of Tiger and Rose Bahas Ketidaksetaraan Gender Dengan Cara Unik

Drama The Romance of Tiger and Rose Bahas Ketidaksetaraan Gender Dengan Cara Unik


Check Out Our English Version! Go to English Version

Terakhir diperbarui pada 03/06/2020 oleh Timotius Ari

Drama kostum Cina The Romance of Tiger and Rose / Rumor Putri Ketiga memperoleh penggemar dalam jumlah yang besar di Cina (dan Indonesia) berkat  jalan ceritanya yang romantis dan kreatif. Sekalipun dibungkus dengan bumbu komedia, tapi drama itu membahas masalah-masalah sosial yang hangat saat ini seperti ketidaksetaraan gender, tingkat kelahiran yang rendah dan hak-hak wanita.

Drama 24 episode itu tayang di Tencent Video dan WeTV Indonesia pada 18 Mei 2020. Dalam drama itu, seorang penulis naskah (diperankan oleh Zhao Lusi) terjebak dalam drama periode kuno yang dia tulis sendiri. Dia menjadi karakter pendukung yang jahat Chen Qianqian. Chen harusnya mati diracuni oleh tokoh utama pria Han Shuo (Ryan Ding Yunxi) pada episode ketiga. Supaya bisa selamat, dia mengubah plot cerita dan setelah terlibat dalam serangkaian cerita lucu, akhirnya menjadi karakter utama wanita.

Sekalipun drama ini adalah drama online dengan anggaran yang rendah, The Romance of Tiger and Rose berhasil memperoleh skor 7,4 dari total 10 poin dalam situs review Cina Douban. Hingga Selasa minggu ini, drama itu memperoleh 897 juta kali tonton di Tencent Video, tulis situs tiket online di Cina, Maoyan.

Banyak netizen di Cina terpikat dengan premis drama itu yang menarik, percintaan yang berkembang antara Chen dan Han juga para karakternya yang humoris. Dalam kerajaan di mana Chen hidup, para wanita adalah tulang punggung masyarakat. Sedangkan kaum pria berada dalam posisi yang rendah.

Sedangkan kerajaan di mana Han berasal adalah kerajaan yang mirip dengan kerajaan pada masa Cina kuno. Di sana kaum pria lebih unggul dibandingkan kaum wanita. Di kerajaan di mana Han tinggal, para wanita tidak diizinkan bekerja setelah menikah. Mereka harus tinggal di rumah untuk membesarkan anak-anak. Hal ini menyebabkan angka pernikahan dan kelahiran di negaranya rendah.

Wu Yu, pekerja kerah putih yang berusia 27 tahun di Beijing adalah penggemar drama ini. Dia memberitahu kepada the Global Times, pada Selasa (2/6) jika setting dan properti drama itu sangat sederhana dan sedikit jelek. Tapi kualitas akting dan premis yang unik yang membuatnya sangat bersemangat mengikuti cerita drama itu.

Tapi beberapa penonton juga beranggapan jika drama itu hanya mencoba memakai masalah-masalah sosial untuk menarik perhatian. “Sekalipun The Romance of Tiger and Rose menanggapi masalah-masalah hangat di dalam masyarakat, tapi drama itu tidak menunjukkan pentingnya isu-isu tersebut,” ujar Shi Wenxue, seorang kritikus film di Beijing kepada Global Times. Dia menambahkan sekalipun drama itu sepertinya mendukung kesetaraan hak wanita dengan membalik peran gender, tapi seharusnya drama itu mendukung kesetaraan gender.

Wu setuju dengan pandangan Shi dengan berkata, “Kita seharusnya tidak mendefinisikan diri sendiri sebagai pria atau wanita, tapi untuk berpikir jika kita adalah seorang manusia, apa yang ingin kita lakukan? Saya pikir jika seorang pria ingin membesarkan anak di rumah, hal itu benar-benar tidak masalah dan bisa dipahami.”