Terakhir diperbarui pada 11/07/2024 oleh Timotius Ari
Sutradara: Deng Ke, Yang Lei, Wen De Guang, Cao Dun | Jumlah episode: 30 |
Para pemain: Cisha, Bao Shangen, Huang Yi, Wang Hongyi, Peter Ho, Ming Dao, Vengo Gao, Meng Ziyi, Zhou Yiwei | Tayang: WeTV |
Hasil kurang maksimal
Summary
Bagian pertama dari universe Jin Yong terasa kurang memuaskan. Lantas apa alasannya menonton bagian-bagian yang lain?
Sinopsis:
Hot Blooded mengisahkan petualangan Guo Jing dan Huang Rong, pasangan muda yang awalnya hanya ingin hidup tenang bersama. Tapi takdir membuat mereka bertemu dengan para pendekar kenamaan pada zaman itu dan masuk ke dalam perebutan kekuasaan kerajaan Mongol, Jin dan Song. Guo Jing dan Huang Rong mengalami pertumbuhan yang pesat dan menjadi dua ahli bela diri legendaris.
Review:
The Legend of Heroes (2024): Hot Blooded adalah contoh terbaru dari sulitnya mengangkat sebuah novel klasik yang memiliki banyak karakter dan plot cerita yang kompleks. Pendekatan yang diambil oleh tim drama adalah melakukan perubahan pada beberapa karakter dalam novel. Huang Rong dalam versi drama ini berbeda dengan versi novel dan adaptasi drama yang lain. Perubahan karakter juga dilihat pada Guo Jing, Hong Qiqong, Huang Yao Shi, Ouyang Feng, Ouyang Ke. Bisa dikatakan hampir semua karakter di dalam drama ini mengalami perubahan pada sifat mereka. Penampilan para pemeran juga menarik dan menyegarkan. Cisha, Bao Shangen, Wang Hongyi dan Huang Yi terlihat cocok memerankan karakter mereka masing-masing. Pemeran pendukung seperti Meng Ziyi, Vengo Gao dan Ming Dao juga patut diberikan apreasiasi untuk akting dan penampilan mereka.
Beberapa jalan cerita dihilangkan, atau dipangkas. Sedangkan beberapa bagian lain diperluas dengan tambahan cerita. Hal ini membuat alur cerita menjadi begitu cepat. Tentu saja pendekatan ini tidaklah mengherankan karena novel Legend of the Condor Heroes merupakan novel yang tebal. Sulit untuk mengangkat novel yang tebal seperti itu ke dalam drama dengan 30 episode.
Perubahan juga terlihat pada kostum, setting tempat dan adegan aksi. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini, setting tempat, kostum dan efek spesial untuk adegan aksi tentunya lebih baik dibandingkan adaptasi drama dan film yang sebelumnya.
Sebagai hasil dari perubahan-perubahan ini, Hot Blooded terasa menyegarkan. Para penggemar yang sudah membaca novel Trilogi Rajawali berkali-kali dan menonton berbagai adaptasi dramanya tentu menghargai fakta jika drama ini memutuskan tidak mengisahkan masa kecil Guo Jing dan langsung masuk ke bagian-bagian penting dalam drama.
Perubahan penggambaran sifat para karakter dalam drama membuat mereka terlihat manusiawi. Guo Jing dalam drama ini tidak melulu bodoh. Kadang dia bisa bersikap pintar, dan berani dalam tindakan dan perkataannya tanpa takut menyinggung orang lain. Huang Rong yang bermulut manis dalam novel digambarkan bersikap agak galak. Ouyang Ke yang dalam novel dikenal sebagai playboy mesum, digambarkan bersikap seperti itu karena terobsesi dengan kasih sayang sang ibu. Kelima pendekar kita termasuk Zhou Botong, si bocah tua nakal juga mengalami perubahan sifat. Interaksi para karakter dan dialog mereka bisa dikatakan tidak berlebihan.
Beberapa adegan dalam novel yang bisa dianggap merendahkan atau menjadikan wanita sebagai obyek semata juga dihilangkan dalam drama ini. Dalam novel (dan beberapa adaptasi drama), saat Ouyang Ke, Hong Qigong dan Huang Rong terdampar di pulau, Ouyang Ke mencoba menggagahi Huang Rong beberapa kali. Adegan ini dihilangkan. Dalam drama, adegan Mu Nianci bertemu kembali dengan Guo Jing menjelang akhir cerita juga diubah. Padahal dalam novel, Guo Jing dan Huang Ron bertemu dengan Mu Nianci saat mereka tidak sengaja menangkap tetua partai pengemis yang ternyata ingin menggagahi Mu Nianci. Penghapusan atau pengubahan ini adalah sesuatu yang patut dipuji. Selain itu, akting para pemeran juga alami dan mampu menggerakkan para penonton dengan berbagai emosi.
Sayangnya pemangkasan cerita juga berdampak negatif. Ada beberapa adegan ikonik yang berkesan di hati para penggemar novel dan drama dipotong. Contohnya adegan Guo Jing harus naik gunung jika dia mau belajar ilmu pernafasan dari Pendeta Mayu. Hal ini adalah adegan yang ikonik. Ada juga adegan Guo Jing dan Huang Rong harus melalui ujian demi bertemu dengan Biksu Yideng, juga dihilangkan. Adegan ikonik pertarungan Guo Jing melawan Hong Qigong dan Huang Yao Shi juga dihilangkan. Sebagai akibatnya kita lebih seperti melihat cuplikan atau hightlight dari cerita yang kompleks.
Di sisi lain, seharusnya drama ini bisa memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menghadirkan efek spesial yang bagus untuk ilmu kungfu para karakternya. Sekalipun adegan aksi dalam drama ini termasuk unik dan menyegarkan, tapi drama itu gagal melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Ilmu andalan Guo Jing, 18 tapak pembunuh naga digambarkan dengan efek yang cukup biasa. Ilmu Huang Yaoshi yang unik juga tidak begitu diulik. Ilmu formasi para pendeta Quanzhen juga terlihat biasa.
Karena drama ini adalah drama wuxia, mereka mungkin perlu memberikan perhatian yang ekstra untuk efek spesial dalam adegan aksi. Sekalipun jurus-jurus kungfu yang diperlihatkan dalam drama ini terlihat baru dan otentik, tanpa bantuan efek spesial, adegan aksi dalam drama itu akan terkesan biasa.
Bisa dikatakan kalau drama ini kurang maksimal dalam upaya mereka menyajikan sesuatu yang baru untuk mengangkat novel klasik karya Jin Yong. Usaha yang kurang maksimal ini membuat sesuatu yang menyegarkan tidak terasa memuaskan. Sejujurnya, dengan berakhirnya bagian Hot Blooded ini, saya kurang begitu antusias untuk menonton bagian-bagian lainnya.