Terakhir diperbarui pada 30/04/2022 oleh Timotius Ari
Banyak pemilik tanah lainnya sudah menjual properti mereka demi uang yang besar. Tapi Han Geum-ja memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang dia sebut rumah, tempat di mana dia bisa mengontrol nasibnya. Dalam upayanya mengubah pikiran Han Geum-ja, Solomon berusaha memakai fakta jika dia adalah orang Korea yang tinggal di Jepang. Dia bahkan meminta neneknya berbicara dengan Han Geum-ja.
Saat ketiganya makan bersama, mereka membahas Korea yang mereka kenal. Sunja dan Geum-ja adalah generasi yang datang ke Jepang pada 1920-an dan 1930-an. Orang-orang yang setelah kemerdekaan Korea, tidak punya negara yang mereka sebut rumah. Saat mereka mengenang masa lalu, Solomon belajar lebih banyak tentang kesulitan yang dihadapi Sunja setelah dia pindah ke Jepang; keputusannya untuk menikah dan situasinya membuatnya tidak punya pilihan kecuali meninggalkan Korea. Dia merindukan rumahnya, bahkan saat dia menyadari jika tanah kelahirannya tidak lagi dia kenali.
Memahami pengorbanan mereka, tidak heran jika Geum-ja tidak ingin menjual tanahnya. Tidak mengherankan jika Solomon, yang sekarang memahami pengorbanan ibunya dan kenapa dia bersikeras untuk tinggal, berubah pikiran. Dia memohon Geum-ja pada momen akhir untuk tidak menandatangani kontrak. Karena hal ini dia kehilangan pekerjaannya.
Identitas orang Korea sebagian didefinisikan oleh kesulitan yang dialami di bawah pemerintahan Jepang. Sudah menutup dirinya dari dunia selama lebih dari 250 tahun, Jepang mengalami periode modernisasi yang cepat mengikuti ide Barat. Hal ini dimulai dengan Restorasi Meiji pada 1868. Setelah membuat konstitusi baru yang terinspirasi dari model Barat pada 1889, negara itu mulai melakukan kolonialisasi di Asia Timur dengan tujuan meningkatkan kekuatan politik dan ekonomi di wilayah itu. Di bawah hubungan yang tidak setara, ditentukan oleh kekuatan militer dan kontrol politik, usaha propaganda berusaha menggambarkan peran kekuatan Jepang sebagai pelindung, sebuah hal yang diperlukan untuk melawan kekuatan Barat di wilayah itu. Kenyataannya, yang dikenal sebagai Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya tercipta hanya sebagai alat untuk membantu memperkuat militer dan ekonomi Jepang dengan cara mengeksploitasi mereka yang hidup di kawasan itu.
Jepang pernah merilis permintaan maaf untuk beberapa tindakan mereka selama masa itu. Pada 1993 dan 2015, pemerintah Jepang meminta maaf dan membayar kompensasi kepada para korban dan keluarga korban yang dipaksa untuk terlibat dalam perbudakan s*ks oleh Militer Kekaisaran Jepang selama penjajahan mereka. Tapi mereka menolak untuk menerima tanggung jawab apa pun terhadap kekejaman mereka selama 50 tahun atau keseriusan dari rasa sakit yang ditimbulkan pada para korban dan keluarga mereka. Selama pemerintahan Partai Demokratis di Jepang, mereka berusaha mundur dari permintaan maaf ini atau membantah jika hal ini terjadi. Mereka juga meremehkan atau menyensor berbagai referensi terhadap kekejaman mereka selama perang dalam buku sejarah di Jepang. Hal ini menyebabkan ketegangan antara Jepang dan Korea tetap ada hingga kini. Ketegangan itu diperparah dengan adanya kelompok pembenci seperti Zaitokukai yang mencoba mentarget dan melucuti hak-hak warga Korea yang tinggal di Jepang. Beberapa kelompok ini kerap melakukan kampanye intimidasi terhadap orang Korea dan sekolah Korea di sana.