Terakhir diperbarui pada 02/08/2023 oleh Timotius Ari
Menurut Bloomberg, Vidio menjadi salah satu kisah sukses lokal yang langka dan sesuatu yang bisa dipelajari oleh media lokal lainnya di dunia. Media Barat mendominasi pasar video online hampir di semua wilayah besar di luar China. Netflix sedang dalam perjalanan menjadi pemimpin di Brasil, Meksiko, Korea Selatan, Australia dan sebagian besar negara Eropa. Amazon menjadi salah satu pemain besar di Jepang dan beberapa negara Eropa. Disney+ adalah pemimpin di India.
Usaha lokal untuk menciptakan alternatif untuk layanan asing ini sebagian besar gagal. Tapi masih ada kesempatan di pasar di mana para pemain besar dari Barat belum ada di sana.
Netflix dan layanan sejenis belum membuat investasi yang besar di Indonesia. Sekalipun negara kita memiliki populasi yang besar, tapi menurut media itu industri film lokal kita tidaklah signifikan. Selain itu pendapatan per kapita kita berada di antara Thailand dan India, sehingga negara ini masih digolongkan sebagai negara yang relatif miskin.
“Sebagian besar kompetitor yang kalian sebutkan, paling tidak layanan barat, tidak benar-benar memberikan investasi uang yang banyak untuk serial orisinal di Indonesia,” kata Sutanto Hartono, CEO PT Surya Citra Media, perusahaan media pemilik Vidio.
Tapi bukan berarti tidak ada kesempatan yang besar. Penggunaan video premium (video berbayar) hanya 7% dari total penggunaan video di Asia Tenggara. Tapi langganan video premium saat ini naik dan sudah melampaui langganan TV kabel. Jika ada layanan yang bisa menguasai 30 persen populasi di Indonesia, maka layanan itu memiliki 30 juta pelanggan.
Sutanto merekrut para teknisi untuk membangun Vidio setelah usahanya membangkitkan BlackBerry Messenger (BBM) di Indonesia gagal. Tapi dia merasa tidak bisa lengah untuk menangkap peluang sebelum para pesaing dari Barat menyusul.