Horizontal Scroll Menu
Home » Film » Berita » Industri Film dan Drama di China Dianggap Beda Kelas ?

Industri Film dan Drama di China Dianggap Beda Kelas ?


Check Out Our English Version! Go to English Version

Terakhir diperbarui pada 21/04/2025 oleh Timotius Ari


LayarHijau.com–Popularitas bukan jaminan kesempatan. Inilah kenyataan yang dihadapi sejumlah bintang drama Tiongkok saat mencoba menembus dunia film layar lebar. Meskipun memiliki basis penggemar yang besar dan portofolio akting yang solid di drama TV, banyak dari mereka justru diberikan peran kecil, bahkan sekadar tempelan di proyek-proyek film besar. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah industri film dan drama di China memiliki “kelas” yang berbeda?

Baru-baru ini, aktris papan atas Yang Mi diumumkan akan tampil dalam film terbaru besutan sutradara kawakan Zhang Yimou berjudul Silent Awakening (terjemahan harfiah—judul akhir bisa diganti). Namun, yang mengejutkan publik bukan hanya keterlibatannya, melainkan kenyataan bahwa ia hanya akan memerankan peran pendukung. Padahal, Yang Mi dikenal sebagai ratu rating drama TV Tiongkok dan memiliki daya tarik komersial yang luar biasa. Ini bukan pertama kalinya ia menjadi pemeran pendukung di dunia film, yang mengindikasikan adanya hierarki tak tertulis dalam industri hiburan Negeri Tirai Bambu.

Bintang Drama Tak Selalu Bersinar di Film

Fenomena ini tidak hanya dialami Yang Mi. Aktris lain seperti Zhao Liying, yang sukses besar lewat drama Princess Agents dan Legend of Shenli, juga menghadapi tantangan saat merambah film. Film terbarunya We Girls sempat menduduki posisi pertama box office saat tayang perdana. Tapi film itu hanya berhasil mengumpulkan sekitar 6,33 juta yuan, jauh dari target 1,8 miliar yuan yang ditetapkan. Kritik terhadap performanya muncul, dengan banyak penonton menilai bahwa karakter yang ia mainkan terasa datar dan kurang menyentuh.

Hal serupa juga terjadi pada Xiao Zhan, salah satu bintang drama paling bersinar lewat The Untamed. Saat membintangi film The Legend of the Condor Heroes: The Gallants, meski rekor pre-sale tercatat mencapai 100 juta yuan dalam 24 jam, hasil akhir box office hanya di angka 667 juta yuan. Film tersebut dinilai tidak memberikan ruang cukup untuk pengembangan karakter, dan citra idol yang melekat pada Xiao Zhan pun dianggap mengganggu penerimaan publik.

Antara Traffic Star dan Aktor Film

Label “traffic star” seringkali melekat pada aktor/aktris drama populer seperti Yang Mi, Zhao Liying, hingga Xiao Zhan. Julukan ini mengacu pada selebritas yang dikenal luas berkat popularitas online dan pengaruh media sosial, bukan semata kemampuan akting. Meski memiliki kemampuan mumpuni, mereka tetap dicap sebagai “penjual tiket” semata oleh kalangan film yang lebih konservatif.

Sebaliknya, aktor-aktor seperti Zhang Jiayi, Yu Hewei, dan Wang Qianyuan justru dihormati di kalangan perfilman karena sering tampil dalam proyek-proyek realisme sosial atau film festival. Namun, saat mereka mencoba tampil di drama populer atau serial online, tak jarang justru dicibir karena dianggap terlalu teatrikal atau tidak cocok untuk format drama yang lebih ringan.

Contohnya, Wang Qianyuan — pemenang Golden Horse Awards — sempat dikritik saat membintangi drama The Knockout. Gaya akting filmnya dianggap “berat” dan tidak luwes di medium drama TV.

Ketimpangan yang Lebih Kompleks: Bintang Drama Pendek

Dalam beberapa tahun terakhir, drama pendek (short dramas) dengan durasi singkat dan format vertikal merajai berbagai platform seperti Kuaishou, Douyin, dan WeTV. Drama ini sering viral dan digandrungi oleh penonton muda. Namun, para pemerannya—meski meraih jutaan penonton dan penggemar—jarang mendapatkan pengakuan di industri film maupun drama arus utama.

Bintang-bintang drama pendek kerap dianggap hanya sebagai konten kreator ketimbang aktor profesional. Banyak dari mereka mengalami kesulitan untuk berpindah ke dunia drama panjang atau film karena dianggap tidak memiliki “pengalaman panggung” yang cukup. Sementara itu, produksi drama pendek sering diabaikan oleh media arus utama dan institusi penghargaan, seolah-olah genre ini hanyalah hiburan ringan semata.

Hal ini menciptakan lapisan ketimpangan baru di industri hiburan: antara aktor drama TV, aktor film, dan aktor drama pendek. Meskipun ketiganya sama-sama tampil di depan kamera dan membangun karakter, apresiasi yang diberikan sangat berbeda.

Faktor Pasar dan Media Konsumsi

Menurut data Statista (2023), meski platform streaming seperti iQIYI dan Tencent Video mengalami pertumbuhan pesat, sebagian besar penonton Tiongkok masih menonton drama melalui saluran TV tradisional. Artinya, eksistensi aktor di platform online belum tentu diterjemahkan ke pengakuan nasional secara merata. Penonton konvensional cenderung lebih familier dengan aktor-aktor drama yang muncul di prime time televisi nasional.

Sebaliknya, penonton internasional yang mengakses drama China lewat Netflix, Viki, atau YouTube, lebih mengenal aktor-aktor dari genre fantasy, xianxia, dan idol drama. Hal ini menciptakan kesenjangan antara pengakuan domestik dan internasional, dan memengaruhi kesempatan mereka untuk menembus film layar lebar.

Akankah Ketimpangan Ini Berubah?

Ketimpangan ini pelan-pelan mulai bergeser, namun masih sangat bergantung pada keberanian industri untuk membuka ruang. Platform streaming saat ini mulai memproduksi film-film eksklusif yang mempertemukan bintang drama dengan sineas film. Selain itu, generasi muda penonton semakin menghargai keberagaman gaya akting dan lebih terbuka menerima bintang drama di layar lebar, selama ceritanya kuat dan produksinya matang.

Beberapa sineas independen juga mulai memanfaatkan platform digital untuk mengeksplorasi bakat dari dunia drama pendek. Jika peralihan ini terus difasilitasi oleh agensi, produser, dan media, bukan tidak mungkin para aktor drama pendek pun bisa mendapatkan tempat sejajar di industri film dan televisi.

Namun, perlu waktu untuk menghapus stigma. Selama “kelas sosial” tak tertulis di antara dunia film, drama TV, dan drama pendek masih digunakan sebagai tolok ukur, aktor tetap harus bekerja dua kali lebih keras untuk membuktikan diri — tak hanya kepada industri, tetapi juga kepada publik.

Apakah Ketimpangan Ini Eksklusif di China?

Fenomena “kelas” dalam industri hiburan sebenarnya tidak eksklusif terjadi di China. Di berbagai negara seperti Korea Selatan, India, bahkan Hollywood, ketegangan antara aktor TV dan aktor film sudah lama ada. Misalnya, aktor TV Amerika sering kali kesulitan untuk mendapatkan peran utama di film layar lebar meskipun mereka sukses besar di serial televisi. Di Korea Selatan, meskipun batas antara bintang drama dan film mulai memudar, masih ada kecenderungan untuk memandang film sebagai “puncak” karier.

Namun, ketimpangan di China menjadi lebih mencolok karena tingginya stratifikasi media dan besarnya pasar lokal yang menciptakan subdivisi yang kaku. Dominasi traffic star, kekuatan media sosial, dan polarisasi antara drama pendek dan panjang memperjelas perbedaan kelas dalam karier akting.

Kesimpulan: Akting Adalah Akting, Terlepas dari Medianya

Bakat dan kemampuan akting seharusnya tidak dibatasi oleh media tempat seorang aktor tampil. Drama TV, film, atau serial pendek hanyalah format—dan format seharusnya tidak menentukan “kelas” seorang aktor. Saatnya industri hiburan China (dan dunia) mengakui kualitas tanpa embel-embel platform. Jika tidak, talenta besar akan terus tersekat oleh dinding tak kasat mata yang diciptakan oleh ekspektasi dan stereotip.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *