Horizontal Scroll Menu
Home » Serial TV » Berita » Zhou Munan Bahas Soal Jin Yong, Gu Long dan Penggarapan Novel dan Drama Dashing Youth

Zhou Munan Bahas Soal Jin Yong, Gu Long dan Penggarapan Novel dan Drama Dashing Youth


Terakhir diperbarui pada 21/08/2024 oleh Timotius Ari

LayarHijau.com—Dengan kesuksesan drama The Blood of Youth dan penayangan drama Dashing Youth tahun ini, banyak mata tertuju pada Zhou Munan, penulis novel yang menciptakan dua karya ini. Dalam drama Dashing Youth (Kemilau Masa Muda), dia juga menjadi salah satu penulis naskahnya.

Penggarapan novel Dashing Youth rupanya memiliki susunan yang sama dengan penggarapan dramanya. Zhou Munan awalnya menggarap drama The Blood of Youth terlebih dulu. Setelah novel The Blood of Youth selesai, dia mulai tertarik menggarap cerita para pendahulu Xiao Se, Lei Wujie dan Wuxin.

Keduanya memiliki tema yang sama dengan kisah yang berbeda. “Saya rasa tema dari karya-karya saya memiliki inti yang sama, yaitu ‘keadilan muda yang tak tergoyahkan,’ yang ingin saya sampaikan di semua karya saya. “Muda” adalah, pertama-tama, rasa keadilan dari hati, serta keberanian untuk melawan,” kata Zhou Munan.

Dalam wawancara dengan The Paper, Zhou Munan membahas berbagai hal terkait penggarapan novel dan drama Dashing Youth. Dalam dunia literatur wuxia di China, nama seperti Jin Yong dan Gu Long adalah dua nama legendaris yang sering dibahas.

Dalam novel-novel karya Jin Yong dan Gu Long, protagonis yang berasal dari keluarga yang sempurna merupakan hal yang jarang. Mereka umumnya digambarkan dari keluarga yang hancur, dan memulai kisahnya dengan patah hati dan dendam. Hal ini berbeda dengan protagonis dalam Dashing Youth (Kemilau Masa Muda), Baili Dongjun yang berasal dari keluarga yang relatif sempurna. Dia memiliki kakek, seorang jenderal besar yang memanjakannya, ibu yang menyayanginya dan ayah yang melindunginya. Sang ibu sendiri juga berasal dari keluarga yang terpandang.

“Sebenarnya, tokoh utama dalam sebagian besar karya seni bela diri memiliki latar belakang keluarga yang rusak, karena orang-orang seperti ini memiliki tujuan yang kuat, seperti membalas dendam. Balas dendam adalah alur utama dalam banyak novel bela diri, termasuk trilogi Condor Heroes, di mana setiap protagonis memikul takdir balas dendam. Namun, kami tidak sengaja menulis tentang orang-orang seperti ini; orang-orang tersebut memiliki ‘mesin’ cerita yang kuat dalam kisah bela diri,” terang Zhou Munan.

“Dalam The Youth Brewmaster’s Adventure, Baili Dongjun lahir dalam lingkungan keluarga yang relatif hangat dan dicintai oleh semua orang, tetapi dia juga menghadapi krisis di tengah kasih sayang karena status dan posisi keluarganya yang ditakuti. Baili Dongjun juga ingin merobohkan beberapa belenggu yang mengikat dirinya. Dia akhirnya meninggalkan kediaman Marquis Zhenxi dan menjadi penguasa sebuah kota di jianghu. Karakter Baili Dongjun mengalami lebih banyak kesulitan dalam hubungan pribadinya di kemudian hari, jadi saya berharap bisa memberikan keluarga yang lebih baik untuknya,” lanjutnya.

Dia juga membahas perbedaan menulis novel dan naskah untuk drama. “Menulis novel adalah pekerjaan satu orang. Saya selalu merasa bahwa hanya dengan menulis sebuah buku, seseorang dapat menciptakan karya yang sepenuhnya miliknya. Menulis skenario sebenarnya adalah pekerjaan yang memerlukan kerja sama tim. Menulis buku sangat bebas; saya bisa menulis apa pun yang saya inginkan. Saya bisa memiliki banyak ide liar dan mengekspresikan banyak konsep diri,” terangnya.

“Sebagai seorang penulis skenario, ada banyak rekan kerja, dan masing-masing bisa menyampaikan pandangan dan pendapat mereka tentang karya akhir. Saya harus merangkum semua pendapat tersebut dan memberikan jawaban yang bisa memuaskan lebih dari 80% semua pihak. Jadi, seperti menulis buku, saya dapat memuaskan diri sendiri dan memberi diri saya nilai 90 atau 100, tetapi menulis skenario tidak sama. Jika satu orang memberi nilai 100, sementara yang lain memberi nilai 0, skenario itu tidak dapat dipromosikan. Saya harus memastikan bahwa semua orang yang bisa membuat keputusan memberikan nilai lebih dari 80 pada skenario saya, agar skenario tersebut dapat diwujudkan,” lanjutnya.

Dalam wawancara itu, mereka juga membahas awal mula Zhou Munan memutuskan untuk menjadi penulis novel wuxia. “Ketika saya masih muda, saya sangat menyukai membaca novel-novel seperti itu. Kemudian, saat saya di sekolah menengah pertama, saya kebetulan melihat sebuah kios berita dan membeli majalah ‘Jin Gu Chuan Qi Wu Xia Edition’. Pada saat itu, ada banyak penulis baru bela diri dari daratan yang sangat berbakat, seperti Cang Yue, Feng Ge, Bu Fei Yan, dan lain-lain. Saya membaca novel-novel mereka di sana, dan saya memiliki ide untuk menulis novel saya sendiri” katanya.

“Saat saya di sekolah menengah atas, saya juga menulis novel-novel bela diri di jurnal mingguan saya. Kebetulan, guru Bahasa Mandarin saya saat itu suka membaca novel-novel bela diri. Dia menulis komentar panjang untuk saya, mengatakan bahwa tulisan saya memiliki cita rasa Gu Long, dan mendorong saya untuk terus menulis. Saya rasa ini mungkin mentor pertama yang saya temui dalam hidup saya, dan kemudian saya perlahan-lahan membuka jalan kreativitas saya sendiri,” lanjutnya.