Horizontal Scroll Menu
Home » Serial TV » Review » Review Drama Fangs of Fortune: Keindahan Visual yang Tidak Dibarengi Cerita yang Memuaskan

Review Drama Fangs of Fortune: Keindahan Visual yang Tidak Dibarengi Cerita yang Memuaskan


Check Out Our English Version! Go to English Version

Terakhir diperbarui pada 23/11/2024 oleh Timotius Ari

Sutradara: Guo Jingming
Episode: 34 episode+ 1 episode spesial
Tayang: iQiyi
Para pemeran: Hou Minghao, Chen Duling, Tian Jiarui, Cheng Xiao

Visual yang artistik tapi cerita kurang kuat.

Akting
4 / 5
4
Soundtrack
4 / 5
4
Cerita
3 / 5
3

Sinopsis:

Selama era Zhenyuan, akibat kematian mendadak dewi Bai Ze yang mengatur dunia manusia dan iblis, perintah Bai Ze menghilang. Hal ini mengakibatkan maraknya makhluk iblis yang menyebabkan kekacauan dan banyak pembunuhan berdarah di dunia manusia. Saat itu, pemimpin semua iblis, “Zhu Yan,” menyamar sebagai Zhao Yuan Zhou, mengajukan diri untuk “menyerah” dan menawarkan bantuan kepada istana untuk membentuk biro pemburu iblis guna meredakan kekacauan.

Wen Xiao, yang curiga terhadap Zhao Yuan Zhou, bergabung dengan biro pemburu iblis bersama teman masa kecilnya yang juga konsul biro, Zhuo Yi Chen, yang terampil dalam penyelidikan dan seni pedang; pemanah dingin dan terpisah, Pei Si Jing, yang sebelumnya merupakan anggota kamp bela diri; serta dokter muda berbakat namun pemalu, Bai Jiu. Bersama-sama, mereka membentuk tim pemburu iblis dan menghadapi makhluk iblis yang tercatat dalam cerita klasik Mountains and Seas.

Saat mereka memecahkan kasus, perlahan-lahan mereka mengungkap kebenaran kejam di balik tindakan jahat makhluk iblis. Dihadapkan pada tanggung jawab besar dan kehilangan orang-orang tercinta, akankah persahabatan tak terpisahkan tim pemburu iblis dan cinta antara makhluk iblis terkuat dan dewi dapat mengatasi dilema ini?

Review:

Paska kesuksesan drama My Journey to You, sutradara Guo Jingming sekali lagi membawakan sebuah drama yang menyajikan visi artistiknya yang khas. Kali ini, dia menggarap drama xianxia dengan ciri khas visualnya yang indah dan menawan, Fangs of Fortune.

Kita disuguhi tampilan visual, efek spesial dan alunan soundtrack yang menawan dalam drama ini yang membuat Fangs of Fortune memiliki kualitas sinematografi sekelas film layar lebar.

Para pemeran utama dalam drama ini benar-benar memanjakan mata para penonton dengan ketampanan dan kecantikan mereka. Selain itu, kita juga disuguhi para bintang tamu yang sudah familiar bagi kita seperti Peng Xiaoran, Riley Wang, Cheng Lei, Guli Nazha, dan Ai Mi.

Ditambah dengan kostum, setting lokasi dan koreografi aksi yang menawan dan kental dengan budaya Tiongkok, kita melihat sebuah drama yang berbeda dengan drama xianxia lainnya.

Karakter utama kita seperti Hou Minghao, Chen Duling, Tian Jiarui, Cheng Xiao, Lester Lin dan Xu Zhen Xuan tidak hanya terlihat menawan secara visual dalam drama ini tapi juga memberikan akting yang solid.

Hou Minghao dan Chen Duling sebagai pemeran utama berhasil membuktikan jika mereka memiliki kemampuan akting yang stabil dan konsisten dalam beberapa drama mereka sebelumnya. Kali ini mereka sekali lagi mampu membuktikan diri dalam Fangs of Fortune.

Tian Jiarui kali ini memerankan karakter yang berbeda dengan karakter yang melambungkan namanya dalam drama My Journey to You.

Cheng Xiao yang biasanya dikritik memiliki akting dan ekspresi wajah yang datar sekarang berhasil membungkam kritikan dengan aktingnya. Yang menarik adalah Cheng Xiao membuktikan diri dengan memerankan Pei Si Jing yang memiliki ekspresi wajah yang kaku dan dingin.

Tapi seiring berjalannya waktu, kita bisa melihat jika karakter yang dingin dan kaku ini memiliki kedalaman emosional yang kompleks yang berhasil ditunjukkan oleh Cheng Xiao.

Cara sang sutradara dan penulis naskah merancang karakter Pei Si Jing bisa dikatakan sebagai tamparan yang keras di muka para pengkritik akting Cheng Xiao.

Cara penulis naskah dan sang sutradara dalam memaksimalkan akting para pemainnya memang patut diacungi jempol. Bahkan adegan menangis yang dilakukan para pemerannya tidak hanya menonjolkan ketrampilan mereka dalam menjiwai karakter yang diperankan tapi juga terlihat indah dan puitis.

Menonton drama ini mirip seperti menghadiri sebuah pesta visual dan seni yang benar-benar memanjakan para penonton.

Tapi sayangnya unsur visual dan koreografi aksi yang menawan ini tidak dibarengi dengan cerita yang menarik. Memang drama ini memiliki banyak twist atau kejutan di dalamnya yang membuat cerita tidak mudah ditebak. Pemotongan cerita di dalamnya juga tepat di bagian yang membuat para penonton merasa tegang dan penasaran hingga tidak sabar menunggu episode berikutnya.

Sayang konflik dalam cerita terkesan berputar-putar. Reaksi para karakter dalam drama terhadap masalah utama dalam drama juga terkesan aneh. Mereka menghadapi ancaman hancurnya dua dunia yaitu dunia manusia dan siluman. Tapi cara para karakter di dalamnya merespon ancaman ini cukup konyol seolah masalah utama bukanlah sebuah ancaman yang serius.

Koreografi aksi yang indah justru terkesan kurang memuaskan saat dipakai dalam beberapa alur cerita. Apalagi saat memakai efek slow motion, seolah sengaja ingin mengulur waktu padahal tidak perlu dilakukan. Hal ini membuat saya kadang kehilangan kesabaran.

Padahal unsur koreografi aksi yang epik sudah dimiliki oleh drama ini. Ada mantra satu kata yang dimiliki Zhu Yan yang sangat khas dan membekas di memori para penonton. Ada perintah Bai Ze dan pedang klan Bing Yi yang sangat ikonik. Tapi tim koreografi aksi terlalu menonjolkan sisi artistik sehingga tidak bisa menyajikan aksi yang memuaskan. Hal ini terasa berbeda dengan aksi yang ditawarkan oleh drama Guo Jingming sebelumnya, My Journey to You yang terasa lebih memuaskan.

Pengembangan karakter dan dinamika hubungan antar tokoh dalam drama ini, terutama pada hubungan saudara kandung seperti Pei Si Jing dan Pei Heng, cukup meyakinkan. Namun, beberapa hubungan lain terasa kurang menyakinkan. Misalnya, ikatan antara Bai Jiu dan Zhuo Yichen terasa kurang jelas motivasinya. Kekaguman Bai Jiu terhadap Zhuo Yichen seakan terlalu berlebihan dan kurang memiliki dasar yang kuat.

Hubungan asmara antara Zhao Yuan Zhou dan Wen Xiao juga terkesan kurang memuaskan dan menyakinkan. Bila dibandingkan, hubungan asmara antara karakter pendukung seperti Peng Xiaoran dan Riley Wang, serta Ai Mi dan Zuo Ye, justru terasa lebih hidup dan memiliki chemistry yang kuat.

Meskipun Zhu Yan digambarkan sebagai sosok siluman yang kuat dan berpengalaman, penggambaran kekuatannya terasa kurang meyakinkan. Tidak ada adegan yang secara jelas menunjukkan superioritas kekuatannya dibandingkan dengan karakter lain seperti Li Lun. Padahal mereka dikatakan memiliki kekuatan yang seimbang.

Perbandingan antara Zhu Yan dengan karakter pendukung seperti Li Lun dan Zhuo Yichen seringkali tidak menguntungkan bagi karakter utama. Zhu Yan, sebagai tokoh sentral, seharusnya memiliki kedalaman karakter yang lebih kuat dan momen-momen yang lebih ikonik untuk membedakannya dari karakter lainnya.

Sebagai Dewi Bai Ze yang baru, Wen Xiao memiliki potensi yang besar untuk menjadi karakter utama yang menarik. Namun, pengembangan karakternya terasa kurang mendalam dan kemampuan dewinya tidak cukup dieksplorasi.

Upaya untuk menggambarkan Zhuo Yichen sebagai sosok yang berintegritas tinggi dan jujur terasa kurang berhasil. Pengembangan karakternya cenderung monoton dan kurang menarik, sehingga sosoknya tidak meninggalkan kesan yang mendalam.

Sekalipun demikian drama ini berhasil menyoroti keindahan hubungan antar manusia, dan siluman di mana ikatan keluarga dan persahabatan melampaui perbedaan spesies. Tema ini disampaikan dengan begitu baik sehingga terasa sangat relatable.

Drama ini juga berhasil menghadirkan karakter-karakter yang kompleks dan berlapis. Bahkan para antagonis pun digambarkan dengan nuansa manusiawi, sehingga penonton dapat memahami alasan di balik tindakan mereka.

Beberapa hubungan antar karakter dalam drama ini sangat menyentuh dan berhasil membangkitkan emosi penonton. Penggambaran hubungan persahabatan, percintaan, dan keluarga terasa begitu nyata dan relatable.Unsur komedi dalam drama ini merupakan salah satu kelemahan lainnya.

Komedi dalam drama terkesan hit and miss. Jadi kadang komedinya mengena tapi kadang meleset. Kadang terasa kurang berkelas dan tidak sesuai dengan visual drama yang artistik.

Salah satu alasan di balik komedi yang hit and miss ini adalah dialognya yang kental dengan budaya Tiongkok dan akhirnya jadi kehilangan makna saat diterjemahkan dalam subtitle.

Unsur komedi yang tidak ditangani dengan tepat ini juga mencoreng visual yang artistik dan perkembangan serta hubungan antar karakter di dalamnya. Untungnya beberapa dialog dalam drama ini terkesan berbobot dan layak untuk dijadikan kata-kata mutiara untuk dikutip oleh para penonton.

Pada akhirnya setelah beberapa episode saya mulai merasa bosan dengan drama ini. Menonton beberapa episode terakhir juga terasa seperti hal yang berat untuk dilakukan. Satu-satunya alasan untuk maju menyelesaikan drama ini hingga tamat adalah karena saya cukup peduli dengan nasib para karakter di dalamnya. Selain itu, para karakter dalam drama ini memang enak untuk ditonton berkat perpaduan ketampanan dan kecantikan mereka serta kostum indah yang mereka pakai. Jadi kebosanan dan rasa berat yang dialami bisa berkurang.

Tim drama sepertinya sudah belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh beberapa drama lain dengan akhir yang sedih. Berbeda dengan drama sad ending yang tidak jelas seperti A Beautiful Lie, Fangs of Fortune memutuskan memberikan episode ekstra untuk para penonton.

Episode ekstra ini berfungsi untuk memberikan kepastian pada para penonton sekaligus menjadi pembuka untuk kemungkinan adanya season 2.

Jika memang tim drama memutuskan untuk menggarap season 2 atau membuat spin off dari Fangs of Fortune, saran saya adalah tim drama perlu menggodok cerita yang lebih kuat. Perdalam konflik cerita dalam drama, ciptakan komedi yang tidak perlu terlalu bergantung pada dialog, dan buatlah interaksi antar karakter yang lebih logis dan kuat.

“Fangs of Fortune” memiliki potensi untuk menjadi sebuah karya ikonik, namun terkendala oleh plot yang lemah dan pengembangan karakter yang kurang mendalam. Fokus yang terlalu besar pada estetika visual justru mengaburkan kekuatan naratif yang seharusnya menjadi jantung cerita.